Pantauan Stranas PK Atas Pelaksanaan SPPT-TI di Lapas Kelas II A Yogyakarta
25 November 2022
Penegakan hukum di Indonesia masih belum sepenuhnya terpadu dan transparan. Dari sisi proses penanganan perkara misalnya, koordinasi aparat penegak hukum belum optimal, khususnya terkait pertukaran informasi/data antar aparat penegak hukum. Kemajuan teknologi informasi juga masih belum dimanfaatkan secara baik untuk menciptakan proses penanganan perkara yang cepat dan transparan.
Aksi penguatan Sistem Peradilan Pidana Terpadu berbasis Teknologi Informasi (“SPPT TI”) bertujuan membangun sistem informasi penanganan perkara pidana yang terintegrasi, transparan, mendorong pertukaran dan pemanfaatan data perkara secara elektronik antar Lembaga Penegak Hukum.
Pada Kamis, 17 November 2022 lalu tenaga ahli Stranas PK Leopold Sudaryono mengikuti kegiatan monitoring dan evaluasi SPPT-TI di Lapas Kelas IIA Yogyakarta. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Kedeputian Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (KemenkoPolhukam) dengan didampingi tim Direktorat Teknologi Informasi dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Sebagai pembuka kegiatan, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY Gusti Ayu Putu Suwardani mewakili Kepala Kanwil untuk menyampaikan sambutan. “Kemenkumham mengadakan Bimbingan Teknis SPPT-TI di UPT Pemasyarakatan dan menjalankan evaluasi secara berkala setiap bulan sebagai upaya dan langkah konkrit untuk mendorong terhadap kemajuan penerapan SPPT-TI guna mengatasi permasalahan overcrowded di jajaran pemasyarakatan”, jelas Gusti Ayu.
Satuan kerja yang melaporkan implementasi SPPT-TI pada kegiatan ini diantaranya adalah Polresta Yogya, Kejari Yogya, Pengadilan Negeri Yogya, dan Lapas Kelas II Kota Yogya. Secara garis besar hasilnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
Seluruh Lembaga Penegak Hukum (LPH) telah melaksanakan pertukaran data terhadap dokumen-dokumen yang telah ditentukan dan disepakati.
Seluruh LPH telah melaksanakan Tanda Tangan Elektronik (TTE) Tersertifikasi dengan mekanisme masing-masing. Durasi pemrosesan TTE memakan waktu sekitar 3-5 hari kerja.
Kualitas data yang dipertukarkan pada SPPT-TI masih belum baik. Penyebabnya antara lain minimnya pemahaman Aparat Penegak Hukum (APH), kendala pengiriman dari satuan kerja (satker), dan kendala pengiriman dokumen balik dari pusat ke satker.
Acara dilanjutkan dengan melakukan kunjungan lapangan melihat penerapan asesmen bagi warga binaan lapas di ruang ASCENA (Assessment Center Narapidana) Lapas Kelas II A Yogyakarta. Para peserta kegiatan termasuk tim Stranas PK juga berkesempatan untuk menyaksikan langsung warga binaan lapas yang tengah melakukan berbagai kegiatan seperti memproduksi Bakpia 378, kerajinan sepatu kulit dan kelompok tari.
Stranas PK menegaskan bahwa penerapan SPPT-TI merupakan kerja bersama dan sinergi antar LPH dalam rangka mempercepat arus pertukaran data penanganan perkara pidana. Harapannya, kita sama-sama optimis bisa terwujud sistem penegakan hukum yang adil, transparan dan akuntabel.